Sektor pertanian Indonesia saat ini belum sepenuhnya mandiri. Salah satunya terkait penyediaan alat-alat pertanian yang hingga kini harus impor.
Sebab itu, pemerintah dinilai perlu melakukan pembenahan menyeluruh dari sisi data maupun kebijakan pertanian yang berkaitan dengan industri, untuk mendukung pertanian dan industri nasional.
Ini diungkapkan Pengamat Ekonomi Pertanian dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) Ricky Avenzora yang mengatakan sejatinya, Indonesia sudah mumpuni dalam hal memperkuat sektor pertanian. Sehingga tidak perlu bergantung dari impor.
"Pertanian haruslah bukan hanya dimaknai sebagai sektor pembangunan, bukan pula hanya sebagai komoditas ekonomi, maupun hanya sebagai cultural history saja. Secara hakekat, pertanian haruslah dimaknai dan dinyatakan sebagai soko-guru kehidupan," jelas dia, Selasa (21/3/2017).
Sebagai contoh kasus impor kepala cangkul beberapa waktu lalu yang menjadi bukti industri nasional masih belum terintegrasi dari hulu ke hilir. Di mana bahan baku baja yang kebutuhan produksi cangkul industri dalam negeri tak tersedia.
Berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan, pemerintah mengimpor kepala cangkul sebanyak 86.160 unit melalui PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Jumlah tersebut sebesar 5,7 persen dari keseluruhan izin impor yang diberikan Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebanyak 1,5 juta unit.
Kebutuhan cangkul nasional rata-rata sebesar 10 juta unit per tahun dan belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri.
Jangankan untuk memproduksi cangkul, Indonesia dinilai sebenarnya sudah lama mampu menciptakan berbagai prasyarat memperkuat sektor pertanian.
Fenomena impor cangkul, itu juga bisa memberi sinyal tidak sinkronnya berbagai lembaga kementerian dan perusahaan BUMN dalam mendukung industri dan pertanian nasional.
Untuk itu, kata Ricky, perlu political orietation dan political will dalam membangun pertanian tidak boleh lekang oleh perubahan rezim pemerintah, serta juga tidak boleh lapuk oleh paradigma modernisasi dan teknologi.
Sehingga, setiap petani, baik pada tataran individu maupun komunal, beserta satuan ruang yang menjadi tempat tercipta dan terjadinya rangkaian dinamika pertanian, harus menjadi subjek utama yang harus selalu dijaga, diperkokoh dan diperbesar eksistensinya.
"Adapun jenis, kualitas serta kuantitas komoditas pertanian yang dipilih output yang harus direncanakan pencapaiannya utk menjamin terciptanya kedaulatan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia," jelas dia.
Dia mengatakan, ada sejumlah prasyarat agar sektor pertanian bisa mandiri. Pertama, adanya kesadaran yang tinggi akan hakekat pertanian, kedua; adanya kesungguhan goodwill pemerintah untuk menegakan hakekat pertanian, dan juga perlu dibuat UU Pertanian. Pertanian, terbukti, menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia.
Berbagai komoditas yang dihasilkan pada berbagai jenis/kelompok kegiatan pertanian, hanyalah merupakan suatu bentuk compliment dari berbagai proses dan fase kegiatan yang dilakukan.
Demikian juga dengan berbagai nilai ekonomi yang didapatkan, tak lain sesungguhnya hanyalah merupakan decorative values dari semua kegiatan yang dilakukan.
"Jika kita semua mampu menyadari hakekat tersebut, maka berikutnya kita semua juga harus sepakat bahwa suatu soko-guru haruslah dijaga, dirawat dan terus diperbesar serta diperkokoh eksistensinya," dia menandaskan.
Semua itu hanya akan dicapai, jika anggaran pertanian, kehutanan dan perkebunan bisa dialokasikan pada besaran 15 persen dari APBN secara kontinyu setidaknya hingga 25 tahun mendatang.
0 komentar:
Posting Komentar